A. Higher Order Thinking Skill (HOTS)/ Kemampuan Berfikir
Tingkat Tinggi
1.
Pengertian Higher Order Thinking
Skill (HOTS)/ Kemampuan Berfikir Tingkat Tinggi
Kemampuan berfikir tingkat tinggi adalah proses berfikir
yang mengharuskan murid untuk memanipulasi informasi dan ide-ide dalam cara
tertentu yang member mereka pengertian dan implikasi baru (Gunawan, 2012: 171).
Limpan menggambarkan berfikir tingkat tinggi melibatkan berfikir kritis dan
kreatif yang dipandu oleh ide-ide kebenaran yang masing-masing mempunyai makna.
Berfikir kritis dan kreatif saling ketergantungan, seperti juga kriteria dan
nilai-nilai, nalar dan emosi (Kuswana, 2012: 200).
Dapat disimpulkan bahwa kemampuan berfikir tingkat tinggi
adalah kemampuan berfikir yang bukan hanya sekedar mengingat, menyatakan
kembali dan juga merujuk tanpa melakukan pengolahan, akan tetapi kemampuan
berfikir untuk menelaah informasi secara kritis, kreatif, berkreasi dan mampu menyelesaikan
masalah.
2.
Indikator Kemampuan Berfikir Tingkat Tinggi
Krathwohl dalam Lewy, dkk (2019: 16) menyatakan bahwa
indikator untuk mengukur kemampuan berfikir tingkat tinggi meliputi:
a.
Menganalisis
1)
Menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan
informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau
hubungannya.
2)
Mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah
skenario yang rumit.
3)
mengidentifikasi atau merumuskan pernyataan.
b.
Mengevaluasi
1)
Memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan dan metodologi degan
menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai
efektivitas atau manfaatnya.
2)
Membuat hipotesis, mengkritik dan melakukan pengujian.
3)
Menerima atau menolak suatu pernyataan berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan.
c.
Mengkreasi
1)
Membuat generalisasi suatu ide atau cara pandnag terhadap sesuatu.
2)
Merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah.
3)
Mengorganisasikan unsur-unsur atau bagian-bagian menjadi struktur baru
yang belum pernah ada sebelumnya.
1.
Pengertian Problem Based Learning
(PBL)
Menurut Barrow (dalam Huda, 2013, hlm. 271)
mendefinisikan Problem Based Learning atau
PBL sebagai “Pembelajaran yang diperoleh melalui proses menuju pemahaman atau
resolusi suatu masalah”. Sementara itu menurut Sujana (2014, hlm. 134) “PBL
adalah suatu pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang
autentik dan berfungsi bagi siswa, sehingga masalah tersebut dapat dijadikan
batu loncatan untuk melakukan investigasi dan penelitian”. Maka dari itu PBL
merupakan sebuah pembelajaran yang menuntut siswa untuk mengkonstruksi
pengetahuan mereka sendiri melalui permasalahan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
PBL merupakan suatu pembelajaran yang menekankan pada pemberian masalah nyata
dalam kehidupan sehari-hari yang harus dipecahkan oleh siswa melalui
investigasi mandiri untuk mengasah kemampuan berpikir kreatif dalam pemecahan
masalah agar terbentuk solusi dari permasalahan tersebut sebagai pengetahuan
dan konsep yang esensial dari pembelajaran.
2.
Tujuan Problem Based Learning
(PBL)
Adapun tujuan dan hasil dari model pembelajaran berbasis
masalah ini adalah
1.
Keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah pembelajaran
berbasis masalah ini ditujukan untuk mengembangkan keterampilan berpikir
tingkat tinggi.
2.
Pemodelan peranan orang dewasa. Bentuk pembelajaran berbasis masalah
penting menjembatani gap antara pembelajaran sekolah formal dengan aktivitas
mental yang lebih praktis yang dijumpai di luar sekolah. Aktivitas-aktivitas
mental di luar sekolah yang dapat dikembangkan adalah : PBL mendorong kerjasama dalam menyelesaikan
tugas. PBL memiliki elemen-elemen magang. Hal ini mendorong pengamatan dan dialog
dengan yang lain sehingga pebelajar secara bertahap dapat memi peran yang
diamati tersebut. PBL melibatkan
pebelajar dalam penyelidikan pilihan sendiri yang memungkinkan mereka
menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun femannya
tentang fenomena itu.
3.
Belajar Pengarahan Sendiri (self
directed learning) yaitu setiap individu harus mampu mengembangkan hasil
pemikiran untuk mencapai suatu tujuan dalam meningkatkan prestasi setiap
pembelajaran. Resnick (Ibrahim dan Nur (2004, h.12). Jadi tujuan problem based learning adalah sangat
berpengaruh pada keberhasilan peserta didik dalam mengembangkan materi
pembelajaran, karena punya variasi-variasi dalam menyelesaikan permasalahan
secara bersama. Masing-masing pendapat individu digabungkan menjadi suatu
pemecahan masalah yang menjadi tanggung jawab bersama dalam menjadi kesepakatan
untuk mencari titik temu permasalahan-permasalahan
3.
Karakteristik Problem Based
Learning (PBL)
Sejalan dengan orientasi diatas, menurut Abidin (2014:
161) model PBL memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.
Masalah menjadi titik awal pembelajaran.
2.
Masalah yang digunakan dalam masalah yang bersifat konstektual dan
otentik.
3.
Masalah mendorong lahirnya kemampuan siswa berpendapat secara
multiperspektif.
4.
Masalah yang digunkan dapat mengembangkan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan serta kompetensi siswa.
5.
Model PBL berorientasi pada pengembangan belajar mandiri.
6.
Model PBL memanfaatkan berbagai sumber belajar.
7.
Model PBL dilakukan melalui pembelajaran yang menekankan aktivitas
kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif.
8.
Model PBL menekankan pentingnya pemerolehan keterampilan meneliti,
memecahkan masalah, dan penguasaan pengetahuan.
9.
Model PBL mendorong siswa agar mampu berfikir tingkat tinggi; analisis,
sintesis, dan evaluatif.
10.
Model PBL diakhiri dengan evaluasi, kajian pengalaman belajar, dan
kajian proses pembelajaran.
Adapun karakteristik Problem Based Learning menurut M.
Amien dalam buku E. Kosasih (2014: 90), adalah sebagai berikut:
1.
Bertanya, tidak semata-mata menghafal.
2.
Bertindak, tidak semata-mata melihat dan mendengarkan.
3.
Menemukan problema, tidak semata-mata belajar fakta-fakta.
4.
Memberikan pemecahan, tidak semata-mata belajar untuk mendapatkan.
5.
Menganalisis, tidak semata-mata mengamati.
6.
Membuat sintesis, tidak semata-mata membuktikan.
7.
Berpikir, tidak semata-mata bermimpi.
8.
Menghasilkan, tidak semata-mata menggunakan.
9.
Menyusun, tidak semata-mata mengumpulkan.
10.
Menciptakan, tidak semata-mata memproduksi kembali.
11.
Menerapkan, tidak semata-mata mengingat-ingat.
12.
Mengeksperimentasikan, tidak semata-mata membenarkan. m. Mengkritik,
tidak semata-mata menerima.
13.
Merancang, tidak semata-mata beraksi.
14.
Mengevaluasi dan menghubungkan, tidak semata-mata mengulangi Berdasarkan
karakteristik di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model PBL memiliki
karakteristik yang bertujuan agar siswa dapat memecahkan suatu masalah dengan
cara bertanya, menganalisis, mengevaluasi, menyusun, menciptakan, dan
sebagainya.
4.
Langkah-langkah Problem Based
Learning (PBL)
Tahap Pembelajaran |
Tingkah Laku
guru |
Tahap-1 Orientasi peserta didik pada masalah |
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi
atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi peserta didik untuk
terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih. |
Tahap-2 Mengorganisasi peserta didik untuk belajar |
Guru
membantu peserta didik untuk mendefinisikan dan mengorganisas itu gas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut. |
Tahap-3 Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok |
Guru
mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,
melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. |
Tahap-4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya |
Guru
membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan
model serta membantu mereka untuk berbag itu gas dengan temannya. |
Tahap-5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah |
Guru
membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang
mereka gunakan. |
5.
Kelebihan dan kelemahan Problem
Based Learning (PBL)
Sejalan dengan karakteristik diatas, model PBL dipandang
sebagai sebuah model pembelajaran yang memiliki banyak keunggulan. Keunggulan
tersebut diungkapkan Kemendikbud (2013b) dalam Abidin (2014:161) yaitu sebagai
berikut:
1.
Dengan model PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Siswa yang belajar
memecahkan suatu masalah akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau
berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna
dan dapat diperluas ketika perserta didik berhadapan dengan situasi tempat
konsep diterapkan.
2.
Dalam situasi model PBL, siswa mengintegrasikan pengetahuan dan
keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
3.
Model PBL dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis, menumbuhkan
inisiatif peserta didik dalam bekerja, motivasi internal dalam belajar, dan
dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Kelemahan dalam model Problem Based
Learning
1. Manakala peserta didik tidak
memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari
sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
2. Keberhasilan strategi
pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
3. Tanpa pemahaman mengapa mereka
berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak
akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
C.
Model Pembelajaran Project
Based Learning
1. Pengertian Model
Pembelajaran Project Based Learning
Menurut Maryani (dalam Purnamasari, 2016:7) Project
Based Learning adalah pembelajran
yang berpusat pada peserta didik melalui kegiatan penelitian untuk menyelesaikan
suatu proyek pembelajaran tertentu. Menurut Boss dan Kraus (dalam Purnamasari,
2016:7) Project Based Learning adalah sebagai model pembelajaran yang
menekankan aktivitas peserta didik dalam memecahkan berbagai permadalahan yang
bersifat open-ended dan mengaplikasikan pengetahuan mereka dalam
mengerjakan sesuatu untuk menghasilkan sebuah produk yang otentik. Model
pembelajaran berbasis proyek terfokus pada upaya mencari jawaban atas
pertanyaan yang diajukan oleh guru. Menurut George Lucas Educational Foundation
PjBL atau Project Based Learning adalah pembelajaran yang mana siswa
secara aktif mengeksplorasi masalah di dunia nyata, menghadapi tantangan, dan
memperoleh pengetahuan yang lebih
mendalam. Menurut NYC Department of Education, PjBL merupakan strategi
pembelajaran dimana siswa harus membangun pengetahuan konten mereka sendiri dan
mendemonstrasikan pemahaman baru melalui berbagai bentuk representasi. Jadi,
kesimpulannya adalah PjBL adalah model pembelajaran yang terpusat pada siswa
untuk membangun dan mengaplikasikan konsep dari proyek yang dihasilkan dengan
mengeksplorasi dan memecahkan masalah di dunia nyata.
2.
Tujuan Model Pembelajaran Project Based Learning
Menurut Merlina (dalam Arismansyah, 2016:18) tujuan dalam
penerapan model PjBL yaitu:
a.
Meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah proyek.
b.
Memperoleh kemampuan dan keterampilan baru dalam pembelajaran.
c.
Membuat peserta didik lebih aktif dalam memecahkan masalah proyek yang
kompleks dengan hasil produk nyata.
d.
Mengembangkan dan meningkatkan keterampilan peserta didik dalam
mengelola bahan atau alat untuk menyelesaikan tugas atau proyek.
e.
Meningkatkan kolaborasi peserta didik khususnya pada PjBL yang bersifat
kelompok.
3.
Karakteristik Model Pembelajaran
Project Based Learning
Menurut Diffily and Sassman (dalam Nurzaman, 2016:19)
menjelaskan bahwa model pembelajaran PjBL memiliki tujuh karakteristik sebagai
berikut.
a.
Melibatkan siswa secara langsung dalam pembelajaran
b.
Menghubungkan pembelajaran dengan dunia
nyata
c.
Dilaksanakan dengan berbasis penelitian
d.
Mellibatkan berbagai sumber belajar
e.
Bersatu dengan pengetahuan dan keterampilan
f.
Dilakukan dari waktu ke waktu
g.
Diakhiri dengan sebuah produk tertentu
Karakteristik PjBL (dalam Komang, dkk, 2014:11):
a.
Proyek merupakan kurikulum
b.
Proyek difokuskan pada pertanyaan atau problem
c.
Proyek melibatkan siswa pada penyelidikan konstruktivisme
d.
Inti proyek bukan berpusat pada guru
e.
Proyek adalah realistis, tidak School-Like
4.
Langkah-langkah Model
Pembelajaran Project Based Learning
Langkah-langkah pembelajaran dalam PjBL menurut The George Lucas Eduucation Foundation (dalam
Nurohman, 2016:10-11) terdiri dari:
a.
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan yang esensial
b.
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan peserta
didik
c.
Pengajar dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas
dalam penyusunan proyek
d.
Pengajar bertanggung jawab melakuakn monitor terhadap aktivitas peserta
didik
e.
Penilaian dilakukan untuk mengetahui ketercapaian standar
f.
Pengajar dan peserta didik melakukan refleksi atas segala aktivitas yang
telah dilakukan.
Tahap-Tahap Pembelajaran PjBL
a.
Merancang Tujuan
b.
Mengajukan Pertanyaan (Inquiry)
c.
Mengajukan Alternatif Solusi
d.
Memilih Solusi
e.
Melaksanakan Kegiatan
f.
Evaluasi
Adapun langkah-langkah
pembelajaran Model Project Based Learning yang dikemukakan
oleh Abidin (2014, hlm 172) sebagai berikut.
a.
Praproyek
Tahap ini merupakan tahap persiapan
yang dilakukan oleh guru diluar jam pelajaran. Pada tahap ini guru merancang
dan merumuskan proyek yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran. Seperti
menyiapkan media pembelajaran, sumber belajar dan mempersiapkan kondidi
pembelajarannya.
b.
Fase 1 : Mengidentifikasi Masalah
Tahap ini siswa diminta mengamati
objek tertentu atau permasalahan yang disajikan oleh guru. Siswa diminta mengidentifikasi
penyebab, akibat yang ditimbulkan dan solusi untuk mengatasi suatu
permasalahan.
c.
Fase 2 : Membuat Desain dab Jadwal Pelaksanaan Proyek
Setelah siswa dapat mengidentifikasi
masalah yang telah disajikan, tahap selanjutnya yaitu siswa secara kolaboratif
dengan anggota kelompoknya beserta bimbingan guru mulai merancang proyek yang
akan dibuat, seperti membuat buku zig-za, kelender cerita, poster dan
sebagainya.
d.
Fase 3 : Melaksanakan Penelitian
Siswa secara berkelompok melakukan
kegiatan wawancara sebagai dasar dalam membuat produk setelah perencanaan
jadwal sudah terlaksana dengan baik. Melalui kegiatan siswa dapat mengumpulkan
data dan kemudian menuangkan data tersebut ke dalam bentuk mind map pada
akhirnya membuat suatu produk.
e.
Fase 4 :Menyusun Draft/Prototipe Produk
Setelah pengumpulan dan analisis data
hasil penelitian sudah terlaksana, tahap selanjutnya adalah siswa mulai membuat
sebuah produk dari hasil penelitian.
f.
Fase 5 : Mengukur, Menilai, dan Memperbaiki Produk
Siswa diminta melihat kembali produk
awal yang telah dibuat. Siswa meminta pendapat dari kelompok lain ataupun guru
untuk diminta menilai dan mencari kelemahan dari produk yang telah dibuat
kemudian memperbaiki produk berdasarkan pendapat berupa kritik baik dari
kelompok lain maupun guru.
g.
Fase 6 : Finalisasi dan Publikasi Produk
Tahap ini dilakukan setelah produk
yang sebelumnya telah dinilai dan diperbaiki sehingga benar-benar menjadi
produk yang akan dipakai dala pembelajaran. Pada tahap ini juga siswa diminta
untuk menunjukkan hasil produk yang dibuat kepada yang lainnya di kelas.
h.
Pascaproyek
Tahap ini dilakukan oleh guru. Guru
menilai, memberikan saran dan masukan serta pengetahuan terhadap hasil proyek
yang telah dikerjakan siswa.
5.
Kelebihan dan Kekurangan Model
Pembelajaran Project Based Learning
Kelebihan PjBL menurut Made Wena (dalam Lestari, 2015:19)
adalah:
a.
Meningkatkan motivasi siswa untuk belajar
b.
Membuat siswa lebih aktif memecahkan masalah yang kompleks
c.
Mengembangkan dan mempraktikan keterampilan berkomunikasi
d.
Meningkatkan keterampilan mencari dan mendapatkan informasi
e.
Memberikan pengalaman dan kesempatan belajar bagi siswa
f.
Meningkatkan kemampuan berpikir
g.
Membuat suasana belajar menyenangkan
Kekurangan PjBL menurut Purnawan
(dalam Murniarti 2016:379)
a.
Perlu banyak waktu untuk menyelesaikan masalah
b.
Membutuhkan biaya yang cukup banyak
c.
Banyak peralatan yang harus disediakan
d.
Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan akan mengalami
kesulitan
e.
Ada kemungkinan peserta didik kurang aktif dalam kerja kelompok
f.
Dikhawatirkan peserta didik tidak bisa memahami topik secara keseluruhan
apabila topik berbeda dalam masing-masing kelompok
D.
Model Pembelajaran Discovery
Learning
1.
Pengertian Discovery Learning
Model Discovery Learning adalah
didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak
disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan
mengorganisasi sendiri.
Model pembelajaran ini menekankan agar siswa
mampu menemukan informasi dan memahami konsep pembelajaran secara mandiri berdasarkan
kemampuan yang dimilikinya namun tidak tanpa bimbingan dan pengawasan guru agar
pembelajaran yang mereka dapatkan terbukti benar.
Discovery learning merupakan salah satu dari banyak model pembelajaran
yang mulai diterapkan oleh guru-guru di Indonesia, namun model pembelajaran ini
pun tidak mudah untuk dilakukan.
a.
Definisi Dscovery
Learning Menurut Beberapa Ahli
Menurut Bruner
(Lefancois dalam Emetembun, 1986:103) “Model Discovery Learning didefinisikan
sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dalm
bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri”. Menurut
Budiningsih (2005:43), “Model Discovery Learning adalah cara belajar
memahami konsep, arti, dan hubungan melalui proses intuitif untuk akhirnya
sampai kepada suatu kesimpulan”.
Penemuan adalah
terjemahan dari discovery. Menurut Sund ”discovery adalah proses mental dimana
siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip”. Proses mental
tersebut ialah mengamati, mencerna, mengerti, mengolong-golongkan, membuat
dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya (Roestiyah,
2001:20), sedangkan menurut Bruner, “penemuan adalah suatu proses, suatu
jalan/cara dalam mendekati permasalahan bukannya suatu produk atau item
pengetahuan tertentu”. Dengan demikian di dalam pandangan Bruner, belajar
dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan, dimana seorang siswa dihadapkan
dengan suatu masalah atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat
mencari jalan pemecahan (Markaban, 2006:9).
Model penemuan terbimbing menempatkan guru
sebagai fasilitator. Guru membimbing siswa dimana ia diperlukan. Dalam model
ini, siswa didorong untuk berpikir sendiri, menganalisis sendiri sehingga dapat
”menemukan” prinsip umum berdasarkan bahan atau data yang telah disediakan guru
(PPPG, 2004:4)
Model penemuan terbimbing atau terpimpin
adalah model pembelajaran penemuan yang dalam pelaksanaanya dilakukan oleh
siswa berdasarkan petunjuk-petunjuk guru. Petunjuk diberikan pada umumnya
berbentuk pertanyaan membimbing (Ali, 2004:87).
Dari pengertian yang telah dijabarkan tersebut
dapat disimpulkan bahwa Discovery Learning merupakan model pembelajaran
yang mengarahkan siswa untuk menemukan secara mandiri pemahaman yang harus
dicapai dengan bimbingan dan pengawasan guru.
2.
Tujuan Discovery Learning
Adapun
tujuan pembelajaran discovery adalah sebagai berikut:
a.
Peserta didik dapat berpartisipasi
aktif dalam pembelajaran yang disajikan.
b.
Agar diri peserta didik tumbuh
sekaligus menanamkan sikap inquiry (mencarimenemukan).
c.
Agar peserta didik dapat
memecahkan persoalan dengan mandiri.
d.
Agar peserta didik dapat belajar
bagaimana belajar (learn how to learn), belajar menghargai diri sendiri,
memotivasi diri dan lebih mudah untuk mentransfer, memperkecil atau menghindari
menghafal.
e.
Supaya tercipta wahana interaksi
antar peserta didik, peserta didik dengan guru dan juga lingkungan.
f.
Memberikan peluang pada peserta
didik untuk saling menukar informasi yang diterimanya atau yang diperoleh
dengan pemahaman yang di dapat dari temannya atau kelompok lain. Melalui
pendekatan pembelajaran ini terjadilah bantu membantu, tolong-menolong untuk
mengisi informasi yang kurang dari hasil temuan mereka masing-masing.
g.
Pembelajaran
penemuan terbimbing membuat peserta didik melek sains dan teknologi, dan dapat
memecahkan masalah, karena mereka benar-benar diberi kesempatan berperan serta
di dalam kegiatan sains sesuai dengan perkembangan intelektual mereka dengan
bimbingan guru.
3.
Karakteristik Discovery Learning
Pembelajaran ini memiliki karakter yang dapat
ditemukan ketika pembelajaran berlangsung, berikut tiga karakter tersebut:
a.
Peran
guru sebagai pembimbing
b.
Peserta
didik belajar secara aktif sebagai seorang ilmuwan
c.
Bahan
ajar disajikan dalam bentuk informasi dan peserta didik melakukan kegiatan
menghimpun, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, serta membuat
kesimpulan.
4.
Langkah-Langkah Discovery
Learning
Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan
metode Discovery Learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus
dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut:
1.
Stimulation
(Stimulasi/Pemberian
Rangsangan)
Pertama-tama pada
tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya,
kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan
untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan
mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang
mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
Stimulasi pada tahap
ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat
mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini
Bruner memberikan stimulation dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi
internal yang mendorong eksplorasi.
2.
Problem
Statement (Pernyataan/
Identifikasi Masalah)
Setelah dilakukan
stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan
bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk
hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244),
sedangkan menurut permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan
dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan sebagai jawaban
sementara atas pertanyaan yang diajukan.
Memberikan kesempatan
siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasasalahan yang mereka
hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka
terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
3.
Collection
(Pengumpulan Data)
Ketika eksplorasi
berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan
informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis (Syah, 2004:244).
Pada tahap ini
berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis,
dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection)
berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara
dengan nara sumber, uji coba sendiri dan sebagainya.
Konsekuensi dari tahap
ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan
dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa
menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
4.
Processing (Pengolahan Data)
Menurut Syah
(2004:244), pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang
telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya,
lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan
sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila
perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan
tertentu (Djamarah, 2002:22).
Data processing disebut
juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan
konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan
pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat
pembuktian secara logis
5.
Verification
(Pembuktian)
Pada tahap ini siswa
melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan
hasil data processing (Syah, 2004:244).
Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar
akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui
contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan
informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu
itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
6.
Generalization
(Menarik
Kesimpulan/Generalisasi)
Tahap generalisasi /
menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan
prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan
memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244).
Berdasarkan hasil
verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah
menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang
menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau
prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya
proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.
5.
Kelemahan dan Kelebihan Discovery
Learning
Model pembelajaran yang beragam tentunya memiliki
kelebihan dan kekurang yang berdeda pula, kelebihan discovery learning yakni:
1.
Membantu
siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan
proses-proses kognitif.
2.
Menimbulkan
rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
3.
Metode
ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya
sendiri.
4.
Metode
ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh
kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
5.
Membantu
siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran
yang final dan tertentu atau pasti.
6.
Siswa
akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
Disamping kelebihan dalam menggunakan model
pembelajaran, tentunya akan memiliki kekurangan pula dalam aspek yang lain,
berikut kekurangan model pembelajaran discovery learning:
1.
Model ini
tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu
yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
2.
Harapan-harapan
yang terkandung dalam model ini akan kacau jika berhadapan dengan siswa dan
guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
3.
Lebih
cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep,
keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar