MODEL
PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING
A. Latar
Belakang
Model pembelajaran merupakan salah satu hasil dari
inovasi pendidikan berupa kerangka skenario pembelajaran yang dibuat untuk
mencapai tujuan atau hasil belajar tertentu. Dalam suatu pembelajaran, perlu
diterapkan suatu model yang menunjang pengembangan kemampuan peserta didik
dalam setiap jenjang pendidikan untuk mencapai tujuan atau hasil belajar tertentu.
Peserta didik dalam memahami pengetahuan
tentu diharapkan dapat memaknai setiap pengetahuan yang mereka dapatkan. Hal
ini dapat didukung dengan penggunaan model pembelajaran dalam suatu
pembelajaran tertentu. Dengan penggunaan model pembelajaran yang sesuai dapat
membantu peserta didik dalam memaknai setiap pengetahuan yang mereka dapatkan.
Di Sekolah Dasar khususnya, penggunaan
model pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik dan materi yang akan
disampaikan. Namun, pada umumnya di sekolah, beberapa guru masih menggunakan
model pembelajaran konvensional, dimana penggunaan model konvensional ini
dianggap kurang efektif dalam menunjang pembelajaran bermakna. Karena pada
dasarnya pengetahuan yang didapat oleh siswa harus dapat mereka maknai sendiri,
bukan hasil menerima melainkan hasil penemuan mereka sendiri.
Salah satu model pembelajaran yang dapat
menunjang proses pembelajaran bermakna adalah model discovery learning
(pembelajaran penemuan). Melalui model pembelajaran ini, peserta didik dituntut
untuk menjadi ilmuwan yang dapat menemukan sendiri apa yang ingin mereka
pelajari. Dalam menggunakan model discovery learning ini, guru berperan
sebagai fasilitator yang dapat menghantarkan peserta didik pada
temuan-temuannya. Dengan hasil menemukan sendiri, peserta didik dapat lebih
memaknai setiap pengetahuan yang mereka peroleh.
B. Pengertian
Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)
Menurut
Bruner, “Model discovery learning didefinisikan
sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dalam
bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri”. Menurut Budiningsih
(2005), “Model discovery learning adalah cara belajar memahami konsep,
arti, dan hubungan melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu
kesimpulan”. Model pembelajaran discovery learning menurut Alma dkk
(2010) yang juga disebut sebagai pendekatan inkuiri bertitik tolak pada suatu
keyakinan dalam rangka perkembangan murid secara independen. Model ini
membutuhkan partisipasi aktif dalam penyelidikan secara ilmiah.
Discovery dalam bahasa Indonesia artinya
penemuan. Menurut Bruner, “penemuan adalah suatu proses, suatu jalan/cara dalam
mendekati permasalahan bukannya suatu produk atau item pengetahuan tertentu”. Dengan
demikian di dalam pandangan Bruner, belajar dengan penemuan adalah belajar
untuk menemukan, dimana seorang siswa dihadapkan dengan suatu masalah atau
situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahannya
sendiri.
Dari
pengertian yang telah dijabarkan tersebut dapat disimpulkan bahwa discovery
learning merupakan model pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk
menemukan secara mandiri pemahaman yang harus dicapai dengan bimbingan dan
pengawasan guru.
C. Tujuan
Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)
Setiap
model pembelajaran dalam penerapannya memiliki tujuan masing-masing. Dimana
tujuan tersebut tidak lain adalah sebagai upaya perbaikan atas setiap
pembelajaran yang telah dilakukan. Adapun tujuan dari model discovery
learning, diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Membuat
siswa terlibat aktif dalam pembelajaran.
2. Agar
siswa dapat belajar dalam situasi konkret dan abstrak.
3. Agar
siswa dapat belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu.
4. Membentuk
siswa untuk mampu bekerja sama dengan baik.
5. Membuat
pembelajaran lebih bermakna bagi siswa.
Berdasarkan poin-poin diatas dapat
disimpulkan bahwa tujuan umum model discovery learning adalah untuk
membuat siswa dapat terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Dalam hal ini
siswa dilibatkan agar dapat melalui proses menemukan sendiri pengetahuan yang
mereka butuhkan. Dengan adanya temuan-temuan dari siswa, maka pembelajaran akan
lebih bermakna bagi siswa. Pada proses pembelajaran, guru berperan sebagai
fasilitator. Siswa dapat diarahkan untuk melakukan temuan secara individu atau
kelompok.
D. Karakteristik
Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)
Pembelajaran
discovery learning memiliki karakteristik yang dapat ditemukan ketika
pembelajaran berlangsung, berikut tiga karakteristik dari Pembelajaran discovery
learning.
1. Peran guru sebagai pembimbing.
2. Peserta didik belajar secara aktif
sebagai seorang ilmuwan.
3. Bahan ajar disajikan dalam bentuk
informasi dan peserta didik melakukan kegiatan menghimpun, membandingkan,
mengkategorikan, menganalisis, serta membuat kesimpulan.
E. Langkah-Langkah
Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)
Menurut
Syah (2004) dalam mengaplikasikan metode discovery learning di kelas,
ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar
secara umum sebagai berikut.
1. Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)
Pertama-tama
pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya,
kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan
untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan
mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang
mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi
untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan
membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini Bruner memberikan stimulation
dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang
mendorong eksplorasi.
2. Problem Statement (Pernyataan/Identifikasi
Masalah)
Setelah
dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada
siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang
relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan
dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah),
permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan sebagai jawaban sementara atas
pertanyaan yang diajukan. Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi
dan menganalisis permasasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang
berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu
masalah.
3. Collection (Pengumpulan Data)
Ketika
eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar
atau tidaknya hipotesis. Tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau
membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik diberi
kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang
relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, uji
coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar
secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang
dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah
dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
4. Processing (Pengolahan Data)
Menurut
Syah (2004), pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi
yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan
sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara,
observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan,
ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan
pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002). Data processing
disebut juga dengan pengkodean coding/kategorisasi yang berfungsi
sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan
mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/penyelesaian yang perlu
mendapat pembuktian secara logis.
5. Verification (Pembuktian)
Pada
tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar
atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif,
dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004). Verification
menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan
kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu
konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam
kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan informasi yang ada, pernyataan atau
hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab
atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
6. Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)
Tahap
generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang
dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang
sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004). Berdasarkan hasil
verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah
menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang
menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau
prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya
proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.
F. Kelebihan
dan Kekurangan Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)
1. Kelebihan
Model
pembelajaran yang beragam tentunya memiliki kelebihan dan kekurang yang berdeda
pula, adapun kelebihan discovery learning adalah sebagai berikut.
a. Membantu siswa untuk memperbaiki dan
meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif.
b. Pengetahuan yang diperoleh melalui model
pembelajaran ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan
dan transfer.
c. Menimbulkan rasa senang pada siswa,
karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
d. Model ini memungkinkan siswa
berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.
e. Menyebabkan siswa mengarahkan
kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan
akalnya dan motivasinya.
f. Model ini dapat membantu siswa
memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan
yang lainnya.
g. Berpusat pada siswa dan guru
berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat
bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
h. Membantu siswa menghilangkan
skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran yang final dan
tertentu atau pasti.
i.
Siswa
akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
j.
Membantu
dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru.
2. Kekurangan
Disamping
kelebihan dalam menggunakan model pembelajaran, tentunya akan memiliki
kekurangan pula dalam aspek yang lain, berikut ini adalah kekurangan model
pembelajaran discovery learning.
a. Model ini menimbulkan asumsi bahwa
ada kesiapan pikiran untuk belajar bagi siswa yang kurang pandai akan mengalami
kesulitan abstrak atau berpikir, mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep
yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
b. Model ini tidak efisien untuk mengajar
jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu
mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
c. Harapan-harapan yang terkandung
dalam model ini akan kacau jika berhadapan dengan siswa dan guru yang telah
terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
d. Lebih cocok untuk mengembangkan
pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara
keseluruhan kurang mendapat perhatian.
DAFTAR
PUSTAKA
Arifin, S. (2017). Penerapan Model Discovery Learning untuk
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa Sekolah Dasar. (Skripsi).
Sarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Model
Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning).
[Online].
Diakses dari http://p3g.unm.ac.id/index.php/download/category/16-kumpulan-materi-sosialisasi-kurikulum-2013.html%3Fdownload%3D214%253Adiscovery-learning.
Nuraeni, A. (2017). Pengaruh Penggunaan Model Inkuiri
Sosial dengan Model Discovery Learning terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah
Siswa. (Skripsi). Sarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Putri, I. S., dkk. (2017). Pengaruh Model Pembelajaran
Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa dan Aktivitas Siswa. [Online].
Diakses dari http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jpf/article/download/6927/pdf.
Tanpa
Nama. (t.t). Kajian Teori. [Online]. Diakses dari
http://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9885/2/T1_262013025_BAB%2520II.pdf.
Tanpa Nama. (t.t).
Model Pembelajaran Discovery Learning dan Penerapannya. [Online].
Diakses dari http://repository.unpas.ac.id/30925/3/9a%2520BAB%2520II.pdf.
Tanpa Nama. (t.t).
Tinjauan Tentang Discovery Learning. [Online].
Diakses dari http://repo.iain-tulungagung.ac.id/5605/5/BAB%2520II.pdf.
Widyastuti, E.
S. (2015). Penerapan Model Pembelajaran
Discovery Learning pada Materi Konsep Ilmu Ekonomi [Online].
Diakses dari
http://eprints.uny.ac.id/21658/1/04%2520Ellyza%2520Sri%2520%2520Widyastuti.pdf.
Yuliani, M.,
dkk. (2017). Pembelajaran Model Discovery
Learning dan Strategi Bowling Kampus untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif
dan Motivasi Belajar IPA. [Online].
Diakses dari
https://media.neliti.com/media/publications/177572-ID-penerapan-model-discovery-learning-dan-s.pdf.
Yulianti, Y. (2017). Pengaruh Model Discovery Learning
terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SD.
(Skripsi). Sarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar