BAB I
PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang
Memang manusia adalah tempatnya
salah dan lupa. Namun manusia yang terbaik bukanlah manusia yang tidak pernah
melakukan dosa sama sekali, akan tetapi manusia yang terbaik adalah manusia
yang ketika dia berbuat kesalahan dia langsung bertaubat kepada Allah dengan
sebenar-benar taubat. Bukan sekedar taubat sesaat yang diiringi niat hati untuk
mengulang dosa kembali. Kemudian apakah sebenarnya yang dimaksud dengan taubat
itu? bagaimanakah agar taubat seorang hamba itu diterima?
Dalam makalah ini akan dibahas
beberapa masalah yang insya Allah bisa menjawab tentang permasalahan taubat dan
hal-hal yang berkaitan dengannya. Mudah-mudahan bermanfaat bagi para pembaca
umumnya dan bagi penulis khususnya. Amin.
I.2. Tujuan Penulisan
Tujuan
penyusunan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran
agama islam dan untuk mengetahui lebih dalam tentang taubat kepada Allah SWT.
I.3. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari taubat?
2.
Apa saja tingkatan taubat?
3.
Bagaimana taubat yang diterima dan
tidak diterima?
4.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1.
Pengertian Taubat
Kata Taubat dalam bahasa arab adalah
merupakan mashdar dari dari kalimat “taba-yatuba-taubatan” yang artinya
kembali. Sejalan dengan pengertian secara bahasa, taubat menurut Al-Ghazali
sebagaimana disebutkan dalam bukunya Zainul Bahri “Taubat adalah kembali dari
jalan yang menjauhkan diri dari Allah yang mendekatkan diri kepada syetan.
Selanjutnya, lebih rinci lagi Al-Junaid menyebutkan bahwa taubat itu memiliki
tiga makna ; pertama, menyesali kesalahan, kedua, berketetapan
hati untuk tidak kembali kepada apa yang telah dilarang Allah, dan ketiga,
menyelesaikan atau membela orang yang teraniaya. Al-Ghazali sebagaimana
tersebut dalam buku “Ilmu Tasawuf” karangan Mukhtar Solihin dan Rosihan Anwar,
mengklasifikasikan taubat kepada tiga tingkatan :
1.
Meninggalkan kejahatan dalam segala
bentuknya dan beralih kepada kebaikan karena takut kepada perintah Allah.
2.
Beralih dari satu situasi yang sudah
baik menuju situasi yang lebih baik lagi. Dalam tasawuf keadaan ini sering
disebut dengan “inabah”.
3.
Rasa penyesalan yang dilakukan
semata-mata karena ketaatan dan kecintaan kepada Allah, hal ini disebut
“taubah”.
Dari pengertian-pengertian di atas,
dapat dipahami bahwa taubat adalah amalan seorang hamba untuk tidak mengulangi
kesalahan-kesalahan atau dosa-dosa yang kemudian ia kembali kepada jalan yang
lurus (yakni pada ajaran yang diperintahkan oleh Allah dan senantiasa akan
menjauhi segala larangannya) dengan penyesalan telah hanyut dalam kesalahan,
dan tidak akan mengulanginya lagi.
Taubat merupakan hal yang wajib
dilaksanakan dari setiap dosa-dosa, maka jika maksiat (dosa) itu hanya antara
ia dengan Allah, tidak ada hubungan dengan manusia.
Allah berfirman dalam QS. Ali-Imran
ayat 135, yang artinya :
“Dan juga orang-orang yang apabila melakukan
perbuatan keji, atau menganiaya diri sendiri, mereka segera ingat kepada Allah
lalu memohon ampun akan dosa mereka - dan sememangnya tidak ada yang
mengampunkan dosa-dosa melainkan Allah - dan mereka juga tidak meneruskan
perbuatan keji yang mereka telah lakukan itu, sedang mereka mengetahui (akan
salahnya dan akibatnya).”
Dalam QS. An-Nur ayat 31 yang artinya
“Dan katakanlah kepada perempuan-perempuan yang
beriman supaya menyekat pandangan mereka (dari pada memandang yang haram), dan
memelihara kehormatan mereka dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan
tubuh mereka kecuali yang zahir daripadanya dan hendaklah mereka menutup
belahan leher bajunya dengan tudung kepala mereka dan janganlah mereka
memperlihatkan perhiasan tubuh mereka melainkan kepada suami mereka, atau bapa
mereka, atau bapa mertua mereka, atau anak-anak mereka, atau anak tiri mereka,
atau saudara-saudara mereka, atau anak bagi saudara-saudara mereka yang lelaki,
atau anak bagi saudara-saudara mereka yang perempuan, atau perempuan-perempuan
Islam, atau hamba-hamba mereka, atau orang gaji dari orang-orang lelaki yang
telah tua dan tidak berkeinginan kepada perempuan, atau kanak-kanak yang belum
mengerti lagi tentang aurat perempuan dan janganlah mereka menghentakkan kaki
untuk diketahui orang akan apa yang tersembunyi dari perhiasan mereka dan
bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, supaya
kamu berjaya.”
Ada beberapa syarat sah atau diterimanya taubat, yaitu
:
1.
Harus menghentikan maksiat.
2.
Harus menyesal atas perbuatan yang
telah terlanjur dilakukannya.
3.
Niat bersungguh-sungguh tidak akan
mengulangi perbuatan itu kembali. Dan apabila dosa itu ada hubungannya dengan
hak manusia maka taubatnya ditambah dengan syarat keempat, yaitu :
4.
Menyelesaikan urusan dengan orang
yang berhak dengan minta maaf atas kesalahannya atau mengembalikan apa yang
harus dikembalikannya.
II.2.
Tingkatan Taubat
Mengenai tingkatan taubat, Zainul
Bahri menyebutkan dalam bukunya mengutip dari pendapat Al-Sarraj, taubat
terbagi kepada beberapa bagian ;
1.
Taubatnya orang-orang yang
berkehendak (muriddin), para pembangkang (muta’aridhin), para pencari
(thalibin), dan para penuju (qashidin).
2.
Taubatnya ahli hakikat atau khawash
(khusus). Yakni taubatnya orang-orang yang ahli hakikat, yakni mereka yang
tidak ingat lagi akan dosa-dosa mereka karena keagungan Allah, telah memenuhi
hati mereka dan mereka senantiasa ingat (dzikir) kepadanya.
3.
Taubatnya ahli ma’rifat, dan
kelompok istimewa. Pandangan ahli ma’rifat, wajidin (orang-orang yang mabuk
kepada Allah), dan kelompok istimewa tentang pengertian taubat adalah engkau
bertaubat (berpaling) dari segala sesuatu selain Allah.
Terlepas dari mengenai tingkatan
taubat, perlu diketahui bahwa taubat yang diperintahkan kepada orang-orang
mukmin adalah taubat an-nasuha, seperti yang disebutkan dalam firman
Allah : QS. At-Tahrim ayat 8 yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada
Allah dengan taubatan nasuha (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan
Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak
menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka
memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan:
"Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami;
Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu".
Taubatan Nasuha artinya taubat yang
sebenar-benarnya dan pasti, yang mampu menghapus dosa-dosa sebelumnya,
menguraikan kekusutan orang yang bertaubat, menghimpun hatinya dan mengenyahkan
kehinaan yang dilakukannya.
Muhammad bin Ka’ab al-Qurthuby
berkata : “Taubatan nasuha menghimpun empat perkara ; memohon ampun dengan
lisan, membebaskan diri dari dosa dengan badan, tekat untuk kembali
melakukannya lagi dengan sepenuh perasaan dan menghindari teman-teman yang
buruk.
III.3.
Taubat yang Diterima dan Taubat yang Tidak Diterima
Siapa yang bertaubat kepada Allah
dengan taubatan nasuha dan menghimpun semua syarat-syarat taubat sesuai
dengan haknya, maka bisa dipastikan bahwa taubatnya diterima oleh Allah.
Namun diantara ulama ada yang
mengatakan, diterimanya taubat itu belum bisa dipastikan, tapi hanya sebatas
harapan. Orang yang bertaubat ada di bawah kehendak Allah sekalipun ia sudah
bertaubat. Mereka berhujjah dengan firman Allah dalam QS. An-Nisa ayat 48 yang
artinya :
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni
dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi
siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka
sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.”
Pendapat lain mengatakan bahwa,
seseorang yang telah melakukan taubat hakiki jika dia benar-benar telah
berpaling dan kembali dari dosa-dosa menuju kebajikan dan petunjuk. Apabila
berpaling dari dosa dilakukan dengan kesungguhan dan bukan semata-mata karena menyaksikan
hukuman, dengan kekuasaan dan rahmat-Nya Allah Swt akan menerima taubatnya. Hal
ini ditilik dari janji dan Sunnatullah yang berlaku pada makhluknya, Allah Swt
berfirman dalam QS. Asy-Syura ayat 25 yang artinya :
“Dan Dialah Tuhan yang menerima taubat dari
hamba-hamba-Nya (yang bertaubat) serta memaafkan kejahatan-kejahatan (yang
mereka lakukan) dan Ia mengetahui akan apa yang kamu semua kerjakan.”
Ada dua macam taubat yang tidak akan diterima, yaitu :
1.
Yang pertama taubat atas kesalahan
yang dilakukan di dunia tatkala hukuman telah mengenai dirinya. Sesungguhnya
dalam keadaan ini tampak seolah-olah dia bertaubat, padahal tidak demikian.
Allah Awt berfirman dalam QS. Al-Mukmin : 84-85 yang artinya
:
“Maka
tatkala mereka melihat azab Kami, mereka berkata: "Kami beriman hanya
kepada Allah saja, dan kami kafir kepada sembahan-sembahan yang telah kami
persekutukan dengan Allah. (84)
Maka
iman mereka ketika mereka telah melihat azab kami tidak berguna lagi bagi
mereka. Itulah sunnah (ketentuan) Allah yang telah berlaku terhadap
hamba-hamba-Nya. Dan ketika itu rugilah orang-orang kafir. (85)”
2. Yang kedua
adalah taubat yang dilakukan seorang hamba di akhirat kelak. Ketika seorang
hamba telah sampai kealam akhirat, maka taubat dan penyesalannya tidak berguna
lagi. Taubat itu tidak diterima lagi bukan hanya karena ketika itu hukuman
balasan telah tampak jelas di hadapannya, akan tetapi karena di alam akhirat
amal perbuatan dan aktivitas menuju kesempurnaan sudah tidak mempunyai arti.
E.
Macam-macam Dosa atau perbuatan yang menuntut taubat
Taubat diharuskan pada setiap
melakukan dosa, Maka taubat adalah dari semua dosa besar dan kecil. Ada
yang mengatakan bahwa tidak ada dosa kecil jika dilakukan secara terus menerus
dan tidak ada dosa besar bersama istighfar.
Yusuf Al-Qardhawi di dalam bukunya
menyebutkan dosa-dosa yang meminta taubat adalah sebagai berikut:
1.
Dosa karena meninggalkan perintah
dan mengerjakan larangan.
Kedurhakaan yang pertama kehadap
Allah adalah meninggalkan apa yang diperintahkan. Ini merupakan
kedurhakaan iblis. Sebagaimana di dalam surah Al-Baqarah ayat 34, yang artinya “Kedurhakaan yang kedua adalah mengerjakan
apa yang dilarang Allah swt, yaitu merupakan kedurhakaan Adam.”
Allah Swt berfirman dalam QS.
Al-Baqarah : 35 yang artinya
“Dan kami berfirman: "Wahai Adam! Tinggallah
engkau dan isterimu dalam syurga, dan makanlah dari makanannya sepuas-puasnya
apa sahaja kamu berdua sukai, dan janganlah kamu hampiri pokok ini; (jika kamu
menghampirinya) maka akan menjadilah kamu dari golongan orang-orang yang zalim"
Tetapi Adam dikalahkan oleh
kelemahannya sebagai manusia, sehingga diapun lalai dan tekadnya menjadi lemah
karena mendapat bujukan iblis.
2.
Dosa anggota tubuh dan dosa hati
Banyak orang yang tidak tahu
macam-macam kedurhakaan dan dosa selain dari apa yang ditangkap indranya atau
yang berkaitan dengan anggota tubuh zhahir, seperti kedurhakaan yang lahir dari
tangan, kaki, mata, telinga, lidah hidung dan lain-lainnya yang berhubungan
dengan syahwat perut, kemaluan, birahi dan naluri keduniaan yang ada pada diri
manusia.
Kedurhakaan mata adalah memandang
apa yang diharamkan Allah. Kedurhakaan telinga adalah mendengar apa yang
diharamkan oleh Allah, seperti kata-kata yang menyimpang yang diucapkan lisan.
Kedurhakaan lisan adalah mengucapkan perkataan yang diharamkan oleh Allah, yang
menurut Imam al-Ghazali ada dua puluh ma cam, seperti, dusta, ghibah, adu
domba, olok-olok, sumpah palsu, janji dusta, kata-kata batil, omong kosong,
tuduhan terhadap wanita-wanita muslimah yang lalai, ratap tangis, kutukan, caci
maki dan sebagainya.
3.
Dosa yang berupa kedurhakaan dan
bid’ah
“Jauhilah oleh kalian urusan-urusan yang baru,
karena setiap yang baru adalah bid’ah dan bid’ah itu adalah kesesatan”.
(HR. Ahmad, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi).
“Barang siapa yang mengada-ngadakan sesuatu yang
baru dalam agama kami yang bukan termasuk darinya maka dia tertolak” (HR.
Muttafaqun ‘Alaih)
Artinya urusan yang baru itu tidak
diterima, karena itu merupakan taqarrub kepada Allah dengan cara yang tidak
menurutnya perintahnya dan tidak seperti yang disyari’atkan dalam agama serta
tidak diizinkannya.
Bahkan pada hakikatnya bid’ah
itu merupakan salah satu jenis kedurhakaan, hanya saja dengan sifat yang lebih
khusus. Pelakunya mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan bid’ah dan dia
yakin bahwa dengan bid’ah ini menjadikan dirinya lebih dekat kepada Allah dari
pada orang lain yang tidak melakukannya.
4.
Yang terbatas dan dosa yang tidak
terbatas
Di antara ketaatan dan kebaikan, ada
yang terbatas dan tidak berpengaruh kecuali terhadapa dirinya sendiri,
seperti shalat, puasa, haji, umrah, haji, dzikir, membaca al-Qur’an, shadaqah,
berbakti kepada orang tua, berbuat baik kepada tetangga, orang miskin dan ibnu
sabil. Hal ini tidak berbeda dengan dosa dan keburukan, yang sebagian
diantaranya ada yang hanya berpengaruh kepada pelakunya dan tidak menjalar
kepada orang lain. Namun sebagian lain ada yang berpengaruh kepada orang lain,
sedikit atau banyak
5.
Yang berkaitan dengan hak Allah dan
hak hamba
Cukup banyak contoh dosa,
kedurhakaan dan pelanggaran terhadap hak-hak Allah, seperti meninggalkan
sebagian perintah, mengerjakan sebagian yang dilarang, seperti minum khamar,
mendengarkan hal-hal yang tidak pantas, menyiksa binatang, menyiksa diri
sendiri, memboroskan harta dan sebagainya.
Sedangkan dosa yang berkaitan dengan
hak hamba, terutama hak material, maka taubat darinya, tetapi harus
mengembalikan hak itu kepada pemiliknya atau meminta pembebasan darinya atau
minta maaf dan memohon pembebasan dari pemenuhan hak karena Allah semata. Jika
tidak hak itu sama dengan hutang yang harus dilunasinya, hingga kedua belah
pihak harus membuat perhitungan tersendiri pada hari kiamat. Jika kebaikannya
tidak mencukupi, maka keburukan-keburukan orang yang memiliki hak itu dialihkan
kepadanya, sampai akhirnya hak itu terpenuhi.
BAB III
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas dapat diambil
beberapa kesimpulan, diantaranya :
· Taubat
adalah amalan seorang hamba untuk tidak mengulangi kesalahan-kesalahan atau
dosa-dosa yang kemudian ia kembali kepada jalan yang lurus (yakni pada ajaran
yang diperintahkan oleh Allah dan senantiasa akan menjauhi segala larangannya)
dengan penyesalan telah hanyut dalam kesalahan, dan tidak akan mengulanginya
lagi.
·
Taubat terbagi kepada beberapa bagian ;
a.
Taubatnya orang-orang yang berkehendak (muriddin),
b.
Taubatnya ahli hakikat atau khawash (khusus).
c.
Taubatnya ahli ma’rifat, dan kelompok istimewa.
·
Taubatan Nasuha artinya taubat yang sebenar-benarnya dan pasti, yang mampu
menghapus dosa-dosa sebelumnya, menguraikan kekusutan orang yang bertaubat,
menghimpun hatinya dan mengenyahkan kehinaan yang dilakukannya.
·
Siapa yang bertaubat kepada Allah dengan taubatan nasuha dan menghimpun
semua syarat-syarat taubat sesuai dengan haknya, maka bias dipastikan bahwa
taubatnya diterima oleh Allah. Namun diantara ulama ada yang mengatakan,
diterimanya taubat itu belum bisa dipastikan, tapi hanya sebatas harapan. Orang
yang bertaubat ada di bawah kehendak Allah sekalipun ia sudah bertaubat.
·
Ada dua macam taubat yang tidak akan diterima, yaitu : Yang pertama taubat atas
kesalahan yang dilakukan di dunia tatkala hukuman telah mengenai dirinya.Yang
kedua adalah taubat yang dilakukan seorang hamba di akhirat kelak.
·
Yusuf Al-Qardhawi di dalam bukunya menyebutkan dosa-dosa yang meminta taubat
adalah sebagai berikut:
a.
Dosa karena meninggalkan perintah
dan mengerjakan larangan.
b.
Dosa anggota tubuh dan dosa hati
c.
Dosa yang berupa kedurhakaan dan
bid’ah
d.
Yang terbatas dan dosa yang tidak
terbatas
e.
Yang berkaitan dengan hak Allah dan
hak hamba
DAFTAR PUSTAKA
Bahri,
Zainul. Menembus Tirai Kesendiriannya, Jakarta Prenada, tt
Anwar,
Rosihan dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, Bandung , Pustaka Setia, 2004
Fadholi,
Muhammad. Keutamaan Budi Dalam Islam, Surabaya : Al-Ikhlas, tt
Muthahhari,
Murtadha. Jejak-jejak Rohani, Bandung : Pustaka Hidayah, 1996
Al-Ghazali, Mutiara
Ihya’ Ulumuddin, Bandung : Mizan, 1997
Al-Qardhawi, Yusuf. Taubat, Jakarta : Pustaka
al-Kautsar, 1999.
Nata, Abudin. Akhlak Tasawuf, Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar