Abstrak
Permasalahan yang ditemukan pada pembelajaran
Bahasa Indonesia kelas VI salah satunya adalah kurangnya multimodalitas guru
dalam mengembangkan kemampuan membaca siswa dalam materi perbedaan jenis teks.
Penggunaan metode yang digunakan guru hanya metode cerita dan metode tanya
jawab. Metode ini kurang membuat siswa aktif dalam pembelajaran. Upaya yang
dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode dan media yang berlandaskan
pada model multiliterasi khususnya multiliterasi genre teks. Diantaranya
terdapat curah pendapat, analisis teks, kolaborasi karya, sharing karya, menyusun karya mandiri,
dan mengomunikasikan karya. Selain itu, menggunakan pembelajaran multimodalitas
yang mencakup visual, aural, gestur, spatial, dan lingustik. Upaya tersebut
dapat mengembangkan kemampuan membaca siswa dan membuat siswa aktif dalam
memahami perbedaan jenis teks.
MULTIMODALITAS DALAM
MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN MEMBACA PADA MATERI JENIS TEKS KELAS VI SD
Pembelajaran Bahasa
Indonesia mengembangkan empat keterampilan yakni membaca, menulis, menyimak dan
berbicara. Pada jenjang sekolah dasar pembelajaran Bahasa Indonesia menjadi
dasar bagi siswa untuk dapat memiliki keempat keterampilan tersebut. Selain itu
pembelajaran Bahasa Indonesia juga menjadi mata pelajaran inti yang membantu
siswa dalam mempelajari mata pelajaran lainnya di SD.
Pada Abad 21 ini
berbagai hal ditemukan dalam pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia baik hal
buruk maupun hal baik. Hal baik yang ditemukan salah satunya sudah ada Gerakan
Literasi Sekolah di Indonesia. Gerakan ini dilakukan pada saat siswa sebelum
memulai pembelajaran. Siswa diminta untuk membaca teks selama 15 menit sebelum
pembelajaran dimulai. Sedangkan hal buruknya adalah masih banyaknya
permasalahan-permasalahan yang ditemukan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di
sekolah khususnya di Sekolah Dasar.
Berdasarkan hasil
wawancara dengan salah satu guru kelas VI ditemukan suatu permasalahan. Masalah
tersebut adalah kurangnya pemahaman siswa dalam materi-materi Bahasa Indonesia
khususnya dalam jenis teks. Masalah ini terjadi
pada siswa kelas VI. Kelas VI merupakan tingkat kelas yang paling tinggi di
Sekolah Dasar. Seharusnya pada tingkat kelas VI siswa sudah paham dengan jenis
teks dengan baik, namun masih saja ada siswa yang belum bisa membedakan jenis
teks. Misalnya siswa belum mampu membedakan antara teks deksripsi dan teks
narasi. Hal yang pertama kali dilakukan untuk mengetahui jenis teks adalah
dengan membaca. Tidak sekedar membaca tetapi juga memahami sehingga disebut
kemampuan membaca pemahaman. Jika siswa belum mampu membedakan antara jenis
teks berarti kemampuan membaca pemahaman siswa tersebut rendah.
Upaya guru kelas
dalam menangani masalah tersebut yaitu siswa diminta untuk mengamati maupun
mengeksplorasi teks untuk menggiring siswa kedalam bahan yang akan dipelajari.
Kegiatan pembelajarannya dilakukan dengan metode tanya jawab. Setelah itu, guru
dan siswa secara bersama-sama menyimpulkan mengenai macam-macam teks tersebut.
Media yang digunakannya pun hanya teks saja. Jika ada yang belum paham mengenai
teks, maka guru mengubah metode yang dilakukannya. Seperti dengan menggunakan
metode bercerita. Hanya saja, isi dari bahan ceritanya dibedakan dari
sebelumnya. Hal tersebut dilakukan tujuannya agar siswa dapat membedakan teks
yang sedang dijelaskan yang benar dan salahnya seperti apa.
Metode cerita dan
tanya jawab sudah menjadi metode umum yang digunakan para guru dalam berbagai
materi Bahasa Indonesia. Jika metode ini
dilakukan secara terus menerus maka yang akan aktif adalah gurunya bukan
siswanya. Selain itu, metode ini kurang mengembangkan keterampilan membaca
siswa dalam teks. Sehingga perlunya penggunaan metode lain yang dapat
mengembangkan keterampilan membaca serta memberikan warna agar siswa lebih
aktif dalam pembelajaran.
Hal yang pertama kali
dilakukan adalah menentukan tujuan pembelajaran sesuai dengan kurikulum. Tujuan
untuk masalah ini adalah untuk membuat siswa aktif dalam pembelajaran.
Kemudian, jika sudah maka pilih metode yang tepat dalam mengajarkan materi
tersebut. Untuk kelas VI metode yang digunakan harus sesuai dengan
karakteristiknya.
Ada berbagai metode yang dapat membuat siswa
aktif dalam pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya dalam materi jenis teks.
Siswa kelas VI seyogyanya sudah bisa memahami teks dan mengolah teks sesuai
dengan tujuannya. Dalam materi ini guru harus menggunakan metode yang tepat
selain metode cerita dan tanya jawab.
Metode cerita dapat diganti dengan kegiatan curah pendapat. Siswa
dikenalkan dengan suatu teks sesuai dengan tujuan teks yang akan dipelajari.
Pada kegiatan ini, sebaiknya siswa diberikan pertanyaan tingkat tinggi yang
biasanya ditandai dengan kata “mengapa” dan “bagaimana”. Hal ini berguna untuk
membangun pemahaman secara mendalam pada teks.
Misalnya
teks yang akan mempelajari adalah teks narasi. Teks narasi tersebut dapat
disajikan dalam media bigbook, media
gambar di proyektor, media buku zig-zag dll. Media ini bertujuan untuk
memotivasi siswa dan menarik perhatian siswa. Media ini juga bersifat visual
design yang dapat membuat siswa lebih memahami teks. Media yang digunakan
harus membuat rasa ingin tahu siswa tinggi. Ketika rasa ingin tahu siswa
tinggi, siswa akan fokus. Siswa dapat bertanya jawab dan menebak isi teks
(prediksi). Kegiatan ini akan membuat siswa aktif dalam pembelajaran.
Setelah
itu, siswa mengeksplorasi teks bersama guru. Siswa membaca teks dan
menganalisis unsur apa saja yang terdapat dalam teks. Jika dipandu dengan
menganalisis unsur teks, maka pikiran siswa akan aktif mencari apa saja unsur
dalam teks tersebut. Misalnya teks narasi maka akan ada unsur tokoh, latar,
alur dll. Dengan menganalisis teks, maka siswa akan mengetahui unsur teks jika
menganalisis teks ini digunakan berlangsung secara terus menerus dalam teks
lainnya maka siswa mulai dapat membedakan jenis teks dibandingkan dengan metode
cerita saja.
Kemudian,
siswa dapat membuat sebuah karya dari teks yang telah di baca dan dianalisis. Karya
tersebut dapat dibuat secara individu/kelompok. Karya tersebut dapat berupa
poster, buku atau bentuk lainnya. Buku dapat dibuat atas nama kelas. Misalnya
setiap siswa membuat karya tentang karangan narasi dalam satu lembar. Dalam
satu kelas ada 40 orang anak. maka dalam satu kelas akan ada 40 cerita yang
berbeda. Cerita tersebut dikumpulkan dan dijadikan dalam satu buku. Contoh lain
dalam teks deskripsi. Siswa secara berkelompok mendapatkan satu tema, misalnya
hewan. Setiap siswa di dalam kelompok tersebut masing-masing mendeksripsian
hewan seperti burung, ikan, beruang dll. Setelah membuat deskripsinya siswa
dapat mengumpulkannya menjadi buku sesuai dengan kelompoknya.
Di
akhir tahun bisa diadakan pameran buku. Setiap kelas dapat memamerkan beberapa buku
dari kelasnya. Jika bisa, buku tersebut dapat dijadikan bahan bacaan bagi adik
kelasnya. Pembuatan buku kelas dapat dibuat dalam jangka waktu paling lama
sebulan. Misalnya bulan pertama tentang teks narasi. Bulan kedua tentang teks
deskripsi begitu seterusnya sesuai dengan materi kelas VI. Waktu dapat
disesuaikan. Jika buku-buku tersebut telah selesai, maka siswa dapat membaca
buku-buku tersebut. Dari awal pembelajaran sampai akhir terlihat bahwa terasa
pembelajaran bermaknanya. Pembelajaran bermakna karena siswa secara langsung
terlibat dalam memberikan pendapat pada teks, menganalisis teks sampai membuat
sebuah karya pada teks, Jika pembelajaran bermakna maka materi apa pun siswa
akan paham khususnya pada materi jenis teks. Selain itu rancangan pembelajaran
diatas juga dapat membuat siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran.
Rancangan pembelajaran diatas berlandaskan
pada prosedur pembelajaran membaca. Prosedur pembelajaran membaca harus memuat
tiga tahap yakni tahap prabaca, tahap membaca dan tahap pasca baca. Menurut
Hadley (dalam Abidin, Y., 2012, hlm. 159) ada tiga kegiatan dalam tahap prabaca
yaitu curah pendapat; melihat judul tulisan, grafik, gambar atau unsur visual
lainnya; dan merumuskan prediksi isi bacaan. Pada tahap membaca bergantung pada
metode pembelajaran membaca apa yang dipilih. Tahap pascabaca menurut Abidin, Y
(2012, hlm. 162) perlu menggunakan strategi yaitu siswa belajar mengembangkan
bahan bacaan, memberikan pertanyaan, menceritakan kembali dan presentasi
visual.
Rancangan diatas juga berdasarkan pada
pembelajaran membaca dengan menggunakan model multiliterasi khususnya model
multiliterasi genre teks. Model
multiliterasi genre teks merupakan suatu model yang ditujukkan kepada siswa
agar mereka memahami teks dan mengolah teks sesuai dengan tujuannya.
Kemendikbud (dalam Abidin, Y., 2016, hlm. 126) menyatakan bahwa model pembelajaran
multiliterasi genre teks yang pada proses pembelajarannya bertujuan agar siswa
mampu memproduksi, mengolah dan menggunakan teks sesuai dengan tujuan dan
fungsi sosialnya. Penerapan model multiliterasi genre teks membuat siswa lebih
memahami teks dan mengolah teks sesuai dengan tujuannya. Adapun langkah-langkah
model ini ada tujuh yakni curah pendapat, analisis unsur, kolaborasi karya,
sharing karya, menyusun karya mandiri, dan mengomunikasikan karya. Setiap
langkah dalam model ini dapat mendukung siswa dalam membedakan jenis teks karna
model ini berkhusus pada genre teks (jenis teks).
Selain
itu, hal yang paling penting adalah multimodalitas dalam pembelajarannya.
Multimodalitas adalah merujuk
kepada cara komunikasi di mana seseorang menggunakan beragam mode pada saat
yang bersamaan (dalam Triputra, P.) Ketika menyampaikan pesan pembelajaran, guru
tidak hanya menggunakan satu mode saja misalnya bahasa verbal, tetapi juga
mode-mode yang lain seperti bahasa non verbal (gerak-gerik), bunyi, musik, ruang,
spasi dan berbagai sumber-sumber semiotika yang lain untuk menekankan makna
tertentu kepada orang lain. Metode cerita hanya menggunakan mode bahasa verbal
saja akan lebih baik jika menggunakan metode lain yang mencakup semua mode.
Metode tersebut berlandaskan muliterasi. Penggunaan media pun berlandaskan pada
multimodal yang mencakup visual, lingusitik, aural, spatial, dan gestur.
Penggunaan
berbagai metode dan media yang berlandaskan multiliterasi diperlukan agar siswa
aktif dalam pembelajaran khususnya materi membaca pada teks. Tahap curah
pendapat dan menganalisis akan membuat minds
siswa aktif karna membutuhkan kemampuan berpikir. Membuat sebuah karya akan
mengaktifkan minds dan hands siswa. Selain itu siswa tidak
hanya berkata ‘oh’ ketika mengetahui isi teks tetapi siswa juga dapat
membedakan jenis teks. Dengan demikian kemampuan membaca siswa dapat berkembang
dan pembelajaran ini dapat membuat siswa aktif dalam memahami perbedaan jenis
teks.
Daftar Referensi
Abidin, Y. (2012). Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan
karakter. Bandung: Refika Aditama
Abidin, Y. (2016). Pembelajaran
Multiliterasi:Sebuah Jawaban Atas Tantangan Pendidikan
Abad Ke-21 dalam Konteks Keindonesiaan. Bandung: Refika Aditama
Triputra, P. (TT). Multimodalitas. Doi: http://download.portalgaruda.org/article.php?article=525685&val=10745&title=Multimodalitas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar