MODEL PEMBELAJARAN ROLEPLAYING

 

A.      Latar belakang

Menurut Joyce, dkk (2011), Role playing merupakan sebuah model pengajaran yang berasal dari dimensi pendidikan individu maupun sosial. Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Model ini membantu masing-masing siswa untuk menemukan makna pribadi dalam dunia sosial mereka dan membantu memecahkan dilema pribadi dengan bantuan kelompok sosial. Dalam dimensi sosial, model ini memudahkan individu untuk bekerjasama dalam menganalisis keadaan sosial, khususnya masalah antarmanusia. Model ini juga menyokong beberapa cara dalam proses pengembangan sikap sopan dan demokratis dalam menghadapi masalah. Kami menempatkan role playing dalam kelompok model pengajaran sosial karena kelompok sosial memerankan bagian yang mutlak dalam perkembangan manusia, dan karena adanya beberapa keunikan yang membuktikan bahwa role playing memberikan tawaran penting dalam memecahkan dilema interpersonal maupun sosial. Role playing mengeksplorasi bagaimana nilai-nilai mendorong perilaku dan menaikkan kesadaran siswa tentang peran nilai-nilai dalam kehidupan mereka dan kehidupan orang lain.

Menurut santoso (2011) Role playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa yang di dalamnya terdapat aturan, tujuan, dan unsur senang dalam melakukan proses belajar mengajar. Jill Hadfield dalam Santoso (2011) menguatkan bahwa role playing adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang. pendapat Hadari Nawawi dalam Kartini (2007) yang menyatakan bahwa bermain peran (role playing) adalah mendramatisasikan cara bertingkah laku orang-orang tertentu dalam posisi yang membedakan peranan masing-masing dalam suatu organisasi atau kelompok di masyarakat.

Metode role playing adalah metode pembelajaran yang di dalamnya menampakkan adanya perilaku pura-pura dari siswa yang terlihat atau peniruan situasi dri tokoh-tokoh sejarah sedemikian rupa. Dengan demikian metode bermain peran adalah metode yang melibatkan siswa untuk pura-pura memainkan peran/tokoh yang terlibat dalam proses sejarah atau perilaku masyarakat misalnya bagaimana menggugah masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan, dan lain sebagainya.

Role playing atau bermain peran adalah salah satu metode pembelajaran kelompok yang dapat memberikan kesan pembelajaran kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa, menyenangkan, dinamis, dan antusias membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan, dan kemungkinan siswa untuk terjun langsung menerapkan sesuatu yang memerankan sesuatu yang akan dibahas dalam proses belajar.  Role playing merupakan suatu aktivitas yang dramatik biasanya ditampilkan oleh sekelompok kecil siswa, bertujuan mengeskploitasi beberapa masalah yang ditemukan untuk melengkapi partisipan dan pengamat dengan pengalaman belajar yang nantinya dapat meningkatkan pemahaman mereka (Sharan and Yael, 1976).

Bermain peran (role play) adalah metode pembelajaran sebagai bagian simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa mendatang. Metode ini banyak melibatkan siswa dan membuat mereka senang belajar. Metode pembelajaran ini juga memiliki nilai tambah, yaitu dapat menjamin partisipasi seluruh siswa dan memberi kesempatan dalam bekerja sama hingga berhasil, sehingga akan menimbulkan kesan

Menurut hasil penelitian dan percobaan yang dilakukan oleh para ahli, sebagaimana diungkapkan oleh Mulyasa, menunjukkan bahwa bermain peran merupakan salah satu metode yang dapat digunakan secara efektif dalam pembelajaran. Dalam hal ini bermain peran diarahkan pada pemecahan masalah-masalah yang menyangkut hubungan antar manusia, terutama yang menyangkut kehidupan siswa.

Sebagai sebuah metode pembelajaran, bermain peran berakar pada dimensi pribadi dan sosial. Dari dimensi pribadi, metode ini berusaha membantu siswa menemukan makna dari lingkungan sosial yang bermanfaat bagi dirinya. Melalui metode ini, para siswa diajak untuk memecahkan masalah pribadi yang sedang dihadapi dengan bantuan kelompok sosial yang beranggotakan teman-teman sekelas. Dari dimensi sosial, metode ini memberikan kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dalam menganalisis situasi-situasi sosial, terutama masalah yang menyangkut hubungan antar pribadi siswa.

Ada tiga hal yang menentukan kualitas dan keefektifan bermain peran sebagai metode pembelajaran adalah kualitas pemeranan, analisis dalam diskusi, dan pandangan siswa dalam peran yang ditampilkan dibandingkan dengan situasi kehidupan siswa.

Metode pembelajaran memiliki ragam yang banyak, namun tidak semua metode dapat diterapkan pada setiap materi, sehingga diperlukan cara untuk memilihnya agar sesuai dengan tujuan pembelajaran. Di samping itu, pemilihan metode pembelajaran yang akan diterapkan perlu disesuaikan dengan jenis materi, karakteristik siswa serta situasi dan kondisi tempat pembelajaran akan berlangsung. Oleh karena itu, diperlukan kreativitas guru dalam memilih metode pembelajaran yang ada sehingga pembelajaran dapat membangkitkan motivasi siswa untuk belajar.

Pembelajaran terkait dengan bagaimana membelajarkan siswa atau bagaimana membuat siswa dapat belajar dengan mudah dan dorongan oleh kemauannya sendiri untuk mempelajari apa yang teraktualisasikan dalam kurikulum sebagai kebutuhan siswa. Oleh karena itu pembelajaran berupaya menjabarkan nilai-nilai yang terkandung dalam kurikulum dengan menganalisa tujuan pembelajaran dan karakteristik isi bidang studi pendidikan agama yang terkandung dalam kurikulum. Selanjutnya dilakukan kegiatan untuk memilih, menerapkan dan mengembangkan cara-cara (metode dan strategi pembelajaran) yang tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan sesuai dengan kondisi yang ada agar kurikulum dapat diaktualisasikan dalam proses pembelajaran.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran role playing adalah model pembelajaran inovatif yang dapat meningkatkan ketertarikan siswa terhadap materi pelajaran yang disajikan, sehingga tujuan pembelajaran lebih mudah tercapai.

 

B.       Tujuan

Tujuan dan asumsi menurut Joyce, dkk (2011), dalam level yang sangat sederhana, model role playing dimainkan dalam beberapa rangkaian tindakan berikut; menguraikan sebuah masalah, memeragakan, dan mendiskusikan masalah tersebut. Beberapa siswa bertugas sebagai pemeran; sedang yang lain sebagai peneliti. Seseorang menempatkan dirinya dalam posisi orang lain dan mencoba berinteraksi dengan orang lain yang juga kebagian tugas sebagai pemeran. Semua rasa empati, simpati, kemarahan, dan kasih sayang yang merupakan bagian kehidupan juga dilibatkan dalam praktik pemeranan ini. Hal-hal emosional ini, sebagaimana kata-kata dan tindakan-tindakan, menjadi bagian dari analisis selanjutnya. Ketika peragaan selesai, peneliti kemudian terlibat dalam upaya mengetahui beberapa hal, semisal apa yang dijadikan keputusan oleh setiap orang, apa sumber percecokan, dan bisakan model role playing  dijadikan sebuah pendekatan dalam situasi tersebut.

Esensi role playing adalah keterlibatan pastisipan dalam peneliti dalam situasi masalah yang sebenarnya dan adanya keinginan untuk memunculkan resolusi damai serta memahami apa yang muncul dari keterlibatan tersebut. Proses role playing berperan untuk:

1.      Mengeksplorasi perasaan siswa,

2.      Mentransfer dan mewujudkan pandangan mengenai perilaku, nilai, dan persepsi siswa,

3.      Mengembangkan skill pemecahan masalah dan tingkah laku,

4.      Mengeksplorasi materi pelajaran dalam cara yang berbeda.

Tujuan-tujuan ini mencerminkan beberapa asumsi mengenai proses pembelajaran dalam role playing. Role playing secara implisit menganjurkan sebuah pengalaman yang berbasis pembelajaran keadaan yang terjadi ‘di sini dan saat ini’. Model ini berpandangan bahwa ada kemungkinan untuk menciptakan analogi yang auntentik terhadap situasi masalah kehidupan yang nyata dan bahwa melalui penciptaan kembali ini siswa dapat membuat ‘sampel’ kehidupan. Oleh karena itu, proses memainkan peran menjelaskan respons dan perilaku emosional dan perilaku asli dari siswa yang selanjutnya dikembangkan dalam kelompok. Reaksi kolektif dari sesama anggota kelompok bisa memunculkan gagasan baru dan memberikan arah menuju perubahan dan pertumbuhan. Model ini tidak menekankan peran tradisional guru maupun mendorong tindakan menyimak dan pembelajaran dari masing-masing anggota kelompok.

Gagasan terakhir dalam model ini adalah bahwa proses psikologi secara tersembunyi yang melibatkan perilaku, nilai, dan sistem kepercayaan siswa bisa menumbuhkan semangat siswa untuk menggabungkan proses pengembangan yang dilakukan secara spontan dengan analisis yang dilakukannya. Apalagi, masing-masing individu bisa memperoleh beberapa takaran kontrol dalam sistem kepercayaan mereka jika mereka mengembangkan nilai dan perilaku serta mengujinya saat berinteraksi dengan orang lain.

Adapun tujuan lain menurut Oemar Hamalik (2001:198) disesuaikan dengan jenis belajar, diantaranya sebagai berikut:

1.      Belajar dengan berbuat. Para siswa melakukan peranan tertrentu sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Tujuannya adalah untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan interaktif atau keterampilan-keterampilan reaktif

2.      Belajar melalui peniruan (imitasi). Para siswa pengamat drama menyamakan diri dengan pelaku (aktor) dan tingkah laku mereka

3.      Belajar melalui balikan. Para pengamat mengomentari (menanggapi) prilaku para pemain atau pemegang peeran yang telah ditampilkan. Tujuannya adalah untuk mengembangkan prosedur-prosedur kognitif dan prinsip-prinsip yang mendasari perilaku keterampilan yang telah didramatisasikan

4.      Belajar melalui pengkajian, penilaian dan pengulangan. Para peserta dapat memperbaiki keterampilan-keterampilan mereka dengan mengulanginya dalam penampilan berikutnya.

C.      Karakteristik

Karteristik model role playing untuk untuk mengembangkan imajinasinya dalam memerankan seorang tokoh atau mengungkapkan bahwa dalam role playing peserta didik dituntut dapat menjadi pribadi yang imajinatif, mempunyai prakarsa, mempunyai minat luas, mandiri dalam berfikir, ingin tahu, penuh energi dan percaya diri. Murid diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab dalam bahasa Inggris) bersama teman-temannya pada situasi tertentu. Belajar efektif dimulai dari lingkungan yang berpusat pada diri murid.

Terdapat lima karakteristik bermain peran, yaitu

1.      Merupakan sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai yang positif bagi anak.

2.      Didasari motivasi yang muncul dari dalam. Jadi anak melakukan kegiatan itu atas kemauannya sendiri.

3.      Sifatnya spontan dan sukarela, bukan merupakan kewajiban. Anak merasa bebas memilih apa saja yang ingin dijadikan alternatif bagi kegiatan bermainnya.

4.      Senantiasa melibatkan peran aktif dari anak, baik secara fisik maupun mental.

5.      Memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan sesuatu yang bukan bermain, seperti kemampuan kreatif, memecahkan masalah, kemampuan berbahasa, kemampuan memperoleh teman sebanyak mungkin dan sebagainya.

D.      Langkah-langkah

Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut

1.      Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan

2.      Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar

3.      Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang

4.      Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai

5.      Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan

6.      Masing-masing siswa berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan

7.      Setelah selesai ditampilkan, masing-masing siswa diberikan lembar kerja untuk membahas/memberi penilaian atas penampilan masing-masing kelompok

8.      Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya

9.      Guru memberikan kesimpulan secara umum

10.  Evaluasi

11.  Penutup.

Menurut Shaftels dalam Joyce,dkk (2011) berpendapat bahwa role playing terdiri dari sembilan langkah

1.        Memanaskan suasana kelompok

2.        Memilih partisipan

3.        Mengatur setting tempat kejadian

4.        Menyiapkan peneliti

5.        Pemeranan

6.        Diskusi dan evaluasi

7.        Memerankan kembali

8.        Berdiskusi dan mengevaluasi

9.        Saling berbagi dan mengembangkan pengalaman

 

STRUKTUR PENGAJARAN DALAM ROLE PLAYING

Tahap Pertama:

Memanaskan Suasana Kelompok

Tahap Kedua:

Memilih Partisipan

Mengidentifikasi dan memaparkan masalah

Menjelaskan masalah

Menafsirkan masalah

Menjelaskan role playing

Menganalisis peran

Memilih permain yang akan melakukan peran

Tahap Ketiga:

Mengatur setting

Tahap Keempat:

Mempersiapkan Peneliti

Mengatur sesi-sesi tindakan

Kembali menegaskan peran

Lebih mendekat pada situasi yang bermasalah

Mmutuskan apa yang akan dicari

Memberikan tugas pengamatan

Tahap Kelima:

Pemeranan

Tahap Keenam:

Berdiskusi dan Mengevaluasi

Memulai role playing

Mengukuhkan role playing

Menyudahi role playing

Mereview pemeranan

(kejadian, posisi, kenyataan)

Mendiskusikan fokus-fokus utama

Mengembangkan pemeranan selantujnya

Tahap Ketujuh:

Memerankan Kembali

Tahap Kedelepan:

Diskusi dan evaluasi

Memainkan peran yang diubah, memberi masukan atau alternatif perilaku dalam langkah selanjutnya

Sebagaimana dalam tahap enam

Tahap Kesembilan:

Berbagi dan Menggeneralisasikan Pengalaman

Menghubungkan situasi yang bermasalah dengan kehidupan di dunia nyata serta masalah-masalah yang baru muncul. Menejlaskan prinsip umum dalam tingkah laku

Sumber: berdasa pada buku Fannie Shaftel dan George Shaftel, Role Playing of Social Value (englewood Cliffs, N.J.: Prentice-hall, Inc. 1967)

 

E.       Kelebihan dan Kekurangan

Ada kelebihan dan kekurangan dari model ini menurut beberapa ahli berikut diantaranya:

Kelebihan role playing

1.        Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.

2.        Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh

3.        Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi waktu yang berbeda

4.        Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan

5.        Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak

Kekurangan Role Playing

Menurut Wahab (2007:109) kelemahan model role playing antara lain:

1.        Jika siswa tidak dipersiapkan secara baik ada kemungkinan tidak akan melakukan secara sungguh-gungguh

2.        Bermain peran mungkin tidak akan berjalan dengan baik jika suasana kelas tidak mendukung

3.        Bermain peran tidak selamanya menuju ke arah yang diharapkan seseorang yang memainkannya. Bahkan juga mungkin akan berlawanan dengan apa yang diharapkan

4.        Siswa sering mengalami kesulitan untuk memerankan peran secara baik, khususnya jika mereka tidak diarahkan atau tidak ditugasi dengan baik. Siswa perlu mengenal dengan baik apa yang diperankannya.

5.        Bermain peran membutuhkan waktu yang banyak/lama

6.        Untuk lancarnya bermain perannya, diperlukan kelompok yang sensitif, imajinatif, terbuka, saling mengenal hingga bekerjasama dengan baik.

7.        Bermain peran ini memerlukan waktu yang lama

8.        Memerlukan kreativitas yang tinggi dari guru maupun siswa

9.        Jika pelasanaan bermain peran atau role playing gagal maka akan menimbulkan kesan yang kurang baik dan pelaksanaa pembelajaran dianggap gagal.

Kelebihan metode role playing sebagaimana dijelaskan Nana Sudjana (2009:89) yaitu:

1.        Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Disamping merupakan pengalaman yang menyenangkan yang saling untuk dilupakan.

2.        Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias.

3.        Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi.

4.        Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan dapat memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya dengan penghayatan siswa sendiri,

5.        Dimungkinkan dapat meningkatkan kemampuan profesional siswa, dan dapat menumbuhkan / membuka kesempatan bagi lapangan kerja.

Kelemahan metode role playing menurut Miftahul Huda (2013:211) kelemahan antara lain:

1.        Banyaknya waktu yang dibutuhkan

2.        Kesulitan menugaskan peran tertentu kepada siswa jika tidak dilatih dengan baik

3.        Keidakmungkinan menerapkan RPP jika suasana kelas tidak kondusif.

4.        Membutuhkan persiapan yang benar-benar matang yang akan menghabiskan waktu dan tenaga

5.        Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui materi ini.

Kelebihan model role playing melibatkan seluruh siswa berpartisipasi, mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerja sama. Siswa juga dapat belajar menggunakan bahasa dengan baik dan benar. Selain itu, kelebihan model ini adalah, sebagai berikut:

1.        Menarik perhatian siswa karena masalah-masalah sosial berguna bagi mereka.

2.        Siswa berperan seperti orang lain, sehingga ia dapat merasakan perasaan orang lain, mengakui pendapat orang lain itu, saling pengertian, tenggang rasa, toleransi.

3.        Melatih siswa untuk mendesain penemuan.

4.        Berpikir dan bertindak kreatif.

5.        Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis karena siswa dapat menghayatinya.

6.        Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.

7.        Merangsang perkembangan kemajuan berpikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.

8.        Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja (Djumingin, 2011: 175-176).

9.        Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh;

10.    Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Disamping merupakan pengalaman yang menyenangkan yang saling untuk dilupakan;

11.    Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias;

12.    Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi (Santoso, 2011).

Berikut kelemahan-kelemahan penggunaan role playing :

1.        Model bermain peranan memerlukan waktu yang relatif panjang/banyak.

2.        Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid. Dan ini tidak semua guru memilikinya.

3.        Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini (Djumingin, 2011: 175-176).

4.        Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memerlukan suatu adegan tertentu.

5.        Apabila pelaksanaan sosiodrama dan bermain peran mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai (Santoso, 2011).

F.       Peran guru dalam role playing

Menurut joyce dkk (2011), ada lima prinsip reaksi dan peran yang penting dalam model ini.

1.        Guru seharusnya menerima semua respons dan saran siswa, khususnya pendapat dan oerasaan mereka, dengan cara yang tidak terkesan menghakimi.

2.      Guru harus merespons dalam rangka membantu siswa menelusuri sisi-sisi yang berbeda dalam situasi permasalahan tertentu, memperhitungkan dan mempertimbangkan alternatif yang muncul dari sudut pendang yang berbeda

3.        Dengan merefleksikan, memparafrase, dan merangkum respons, guru dapa meningkatkan kesadaran siswa mengenai perasaan dan pikiran mereka sendiri

4.        Guru harus menitikberatkan bahwa ada beberapa cata berbeda untuk memainkan peran yang sama dan ada pula konsekuensi berbeda yang akan mereka temui

5.        Ada banya cara alternatif untuk memecahkan kembali suatu masalah; tidak ada satu jalan yang mutlak.


 

DAFTAR REFERENSI

 

Alfarizi, M.H. (2016). Penerapan Metode Bermain Peran (Role Play) Berbantu Setting Kelas Formasi Huruf U dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran PKn Materi Pokok Sistem Pemerintahan Pusat di Kelas IV MI Al Khoiriyyah 01 Semarang. Undergraduate (S1) thesis, UIN Walisongo. [Online]. Diakses dari http://eprints.walisongo.ac.id/6796/2/123911064_BAB%20I.pdf

Joyce, B., Weil, M., & Calhoun, E. (2011). Models of Teaching. Edisi ke delapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Joyce, B., Weil, M., & Calhoun, E. (2011). Models of Teaching. Edisi ke sembilan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Kardoyo & Hayuningtyas, E.M. (2009). Model Pembelajaran Role Playing pada Mata Pelajaran PS-Ekonomi Materi Pokok Manusia Sebagai Makhluk Sosial dan Ekonomi. Jurnal Pendidikan Ekonomi Vol 4 No.2 Juli, 147. doi : https://media.neliti.com/media/publications/61071-ID-model-pembelajaran-role-playing-pada-mat.pdf

Nur, H. (2017). Perbandingan Metode Pembelajaran Role Playing dan Metode Pembelajaran Artikulasi Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Pencemaran Lingkungan Kelas VII di MTS Negeri Gowa Kabupaten Gowa. (Skripsi). Sekolah Sarjana, UIN Alauddin, Makassar. [Online]. Diakses dari http://repositori.uin-alauddin.ac.id/4966/1/Hikmawati%20Nur.pdf

Nurjanah, S. (2014). Penerapan Metode Role Playing dalam Meningkatkan Hasil Belajar Akidah Akhlak Materi Akhlak Terpuji Bagi Siswa Kelas II MI Bustanul Ulum Bakalan Jombang. (Skripsi). Sekolah Sarjana, UIN Sunan Ampel, Surabaya. [Online]. Diakses dari http://digilib.uinsby.ac.id/1625/4/Bab%202.pdf

Pratiwi, ME. (2014) Penerapan Model Role Playing untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SDN 1 Kateguhan Sawit Boyolali. (Skripsi). Universitas Muhammadiyah Surakarta. [Online]. Diakses dari http://eprints.ums.ac.id/29121/3/BAB_II.pdf

Saputra, D.R. (2015). Penerapan Metode Role Playing untuk Meningkatkan Hasil Belajar Ips pada Siswa Kelas V Sd Negeri 2 Kecemen, Manisrenggo, Klaten. (Skripsi). Sekolah Sarjana, Universitas Negeri Yogyakarta. [Online]. Diakses dari http://eprints.uny.ac.id/21427/1/Dedi%20Rizkia%20Saputra_NIM%2009108244079%20.pdf

Sucianti, E. (2016). Penerapan Model Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing) untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. (Skripsi). Sekolah Sarjana, FKIP Unpas, Bandung. [Online]. Diakses dari http://repository.unpas.ac.id/1925/3/BAB%20I.pdf

Susanti, D. (2017). “Model Pembelajaran Role Playing pada Mata Pelajaran Bahasa Indon/esia”. Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017. [Online]. Diakses dari http://semnasfis.unimed.ac.id/wp-content/uploads/2017/06/MODEL-PEMBELAJARAN-ROLE-PLAYING-PADA-MATA-PELAJARAN-BAHASA-INDONESIA.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hallo

Assalamu'alaikum wr.wb Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunianya saya dapat membuat blog ini. Salawat...